Sabtu, 20 Mei 2017

Hubungan Ilmu Teori Sastra Dengan Kritik Dan Sejarah Sastra

NAMA : ZANIAH SHA FITRI
NPM : 1640605022
Lokal : A






        1 .       Pengertian Teori Sastra, Sejarah Sastra, Dan Kritik Sastra

a.      Teori sastra
teori sastra yaitu menyelidiki dasar-dasar pengertian tentang hal-hal yang bersangkut paut dengan sastra, misalnya hakikat sastra, jenis sastra, aliran-aliran, gaya bahasa, unsur-unsur cerita, dan lain-lain.

b.      Sejarah sastra
teori sastra yaitu  ilmu sastra yang berusaha menyelidiki perkembangan sastra sejak dari mula pertumbuhannya sampai pada perkembangannya yang sekarang.

c.       Kritik sastra
Teori sastra yaitu ilmu sastra yang mengadakan penyelidikan langsung terhadap suatu karya sastra tertentu. Ia mengadakan pendalaman dan dengan melalui analisis serta penafsiran, kemudian berusaha memberikan suatu penilaian tentang berhasil atau tidaknya suatu karya sastra.

        2.      Cabang – Cabang Ilmu Sastra
a.      sastra umum
sastra umum yaitu ilmu sastra yang membicarakan hal ihwal sastra pada umumnya, terlepas dari masalah-masalah kekhususan dari kehidupan sastra akibat adanya cora bangsa dan bahasa.

b.      Sastra khusus
Sastra khusus yaitu  ilmu sastra yang membicarakan kehidupan sastra suatu bangsa atau suku bangsa tertentu.

c.       Sastra perbandingan
Yaitu ilmu sastra yang berusaha menyelidiki adanya persamaan, perbedaan dan pengaruh dari berbagai hal yang terdapat pada dua atau beberapa sastra tertentu/sastra khusus.




3.      Hubungan Timbal Balik Antara Cabang – Cabang Ilmu Sastra
a.      Hubungan Sejarah Sastra dan Teori Sastra
Penyelidikan tentang sejarah sastra banyak memerlukan bahan-bahan pengetahuan tentang teori sastra. Pembicaraan tentang suatu angkatan tidak akan terlepas dari pembicaraan tentang gaya bahasa, aliran, genre sastra, latar belakang cerita, tema, dan sebagainya.
Sebaliknya, teori sastra pun memerlukan bahan-bahan dari hasil penyelidikan sejarah sastra. Pembicaraan tentang gaya bahasa atau tentang suatu aliran tidak dapat dilepaskan dari perkembangan sastra secara keseluruhan. Suatu pengertian dalam teori sastra dimungkinkan mengalami perubahan dan perkembangan sesuai dengan data yang diperoleh dari sejarah sastra. Misalnya, pengertian tentang puisi, cerpen, soneta, novel, dan lain-lain mengalami perkembangan karena data-data tentang genre sastra tersebut memang berkembang.

b.      Hubungan Sejarah Satra dan Kritik Sastra
Penyelidikan sejarah sastra memerlukan bantuan juga dari kritik sastra. Tidak semua karya sastra yang pernah terbit dijadikan bahan penyelidikan sejarah sastra, tetapi terbatas pada sejumlah karya sastra tertentu.
Untuk memilih dan menentukan karya sastra yang menjadi objek penyelidikan sejarah sastra itu diperlukan bahan-bahan dari kritik sastra; jadi tugas kritiklah untuk menentukan nilai suatu karya sastra. Sebaliknya, kritik sastra pun membutuhkan bahan-bahan dari sejarah sastra, terutama di dalam usaha menentukan asli tidaknya suatu karya sastra atau ada tidaknya unsur pengaruh dari sastra lain.

c.       Hubungan Kritik Sastra dan Teori Sastra
Hubungan kedua cabang ilmu sastra tersebut sangat jelas. Usaha kritik sastra tidak akan berhasil tanpa dilandasi oleh dasar-daar pengetahuan tentang teori sastra. Jika kita hendak mengadakan suatu telaah/kritik terhadap suatu cerita novel, terlebih dahulu kita harus memiliki pengetahuan tentang apa yang disebut novel, terlebih dahulu kita harus memiliki pengetahuan tentang apa yang disebut novel, tentang unsur-unsur suatu novel, misalnya tema, plot, gaya bahasa, perwatakan, setting, sudut pandang cerita (point of view), dan sebagainya. Demikian juga jika kita hendak mengadakan suatu analisis terhadap suatu puisi, kita harus tau apa hakikat puisi itu, apa yang dimaksud dengan bait, rima, ritma, dan sebagainya. Teori sastra merupakan sebagian modal bagi pelaksanaan kritik sastra.
Sebaliknya, teori sastra pun memerlukan bahan-bahan dari kritik sastra, bahkan sebenarnya kritik sastra merupakan pangkal dari teori sastra. Teori tanpa data merupakan teori yang kosong

      4.      Hubungan Teori Sastra Dengan Kritik Sastra Dan Sejarah
Teori sastra yaitu membahas aspek – aspek yang terdapat di dalam suatu karya sastra, baik konvensi bahasa yang meliputi makna, gaya, struktur, pilihan kata, maupun konvensi sastra yang meliputi tema, tokoh, penokohan, alur, latar, dan lainnya yang membangun keutuhan sebuah karya satra. Adapun kritik sastra merupakan ilmu sastra yang mengkaji, menelaah, mengulas, memberi pertimbangan, serta memberikan penilaian tentang keunggulan  dan kelemahan atau kekurangan karya satra. Sasaran kerja kritikus sastra adalah penulis karya sastra dan sekaligus pembaca karya satra. Untuk memberikan pertimbangan atas karya satra kritikus sastra bekerja sesuai dengan konvensi bahasa dan konvensi sastra yang meliputi karya sastra. Demikian juga terjadi hubungan antara teori sastra dengan sejarah sastra. Sejarah sastra adalah bagian dari ilmu sastra yang mempelajari perkembangan sastra dari waktu ke waktu, periode ke periode sebagai bagian dari pemahaman terhadap budaya bangsa.

Sabtu, 13 Mei 2017

Semantik

                  A.    Pengertian semantik
Kata semantik berasal dari bahasa Yunani ‘’sema atau semantikosyang artinya tanda atau lambang . jadi Semantik adalah suatu cabang ilmu linguistik yang didalamnya membahas makna dan arti dari sebuah kata, frasa maupun kalimat. Kajian semantik umumnya dilakukan berkaitan dengan aspek gejala bahasa, medan komponen makna, pergeseran dan perubahan makna, proses gramatikal, kelogisan berbahasa dan majas.
Adapun Menurut de Saussure setiap tanda linguistik atau tanda bahasa terdiri dari 2komponen yaitu :
1)             Komponen signifikan  (yang mengartikan) Wujudnya berupa runtunan bunyi.
2)             Komponen signifie (yang diartikan)Wujudnya berupa pengertian atau konsep

Ferdinand de Saussure ini mengembangkan bahwa makna adalah ‘pengertian’ atau‘konsep’ yang dimiliki atau terdapat pada sebuah tanda linguistik. Hal ini berarti bahwa makna kalimat baru dapat ditentukan apabila kalimat itu berada di dalam kontekswacananya atau konteks situasinya.Contoh:
  o   Adik jatuh dari sepeda.
  o   Dia jatuh dalam ujian yang lalu.
  o   Kalau harganya jatuh lagi, kita akan bangkrut 
  o   Dia jatuh cinta pada adikku

Dengan demikian kita dapat menyimpulkan bahwa objek studi semantik adalahmakna, atau lebih tepatnya makna yang terdapat dalam satuan-satuan ujaran seperti kata, frase klausa, dan kalimat.


    B.     Jenis Makna
Pada bahasa menggunakan berbagai kegiatan dan keperluan dalam kehidupan bermasyarakat, maka makna bahasa itu pun menjadi bermacam-macam dilihat dari segi atau pandangan yang berbeda.

a.       berdasarkan jenis semantiknya, dapat dibedakan antara makna leksikal dan makna gramatikal

1)      Makna Leksikal
Makna leksikal adalah makna yang sebenarnya, makna yang sesuai dengan hasil observasi indra kita, maka apa adanya, atau makna yang ada di dalam kamus. Misalnya, leksem ‘kuda’ memiliki makna leksikal sejenis binatang berkaki empat yang biasa dikendarai, ‘pensil’ bermakna leksikal sejenis alat tulis yang terbuat dari kayu dan arang, dan ‘air’ bermakna leksikalsejenis barang cair yang biasa digunakan untuk keperluan sehari-hari
2)      Makna Gramatikal
Makna gramatikal baru ada kalau terjadi proses gramatikal seperti afiksasi, reduplikasi, komposisi atau kalimatisasi. Umpamanya, dalam proses aplikasi prefiks ber- dengan baju melahirkan makna gramatikal ‘mengenakan atau memakai baju’, dengan dasar kuda melahirkan makna gramatikal ‘mengendarai kuda’. Contoh lain, proses komposisi dasar sate dengan dasar yang melahirkan makna gramatikal ‘asal’, dengan dasar lontong melahirkan makna gramatikal ‘bercampur’. Sintaksisasi kata-kata adik, menendang, dan bola menjadi kalimat adik menendang bola melahirkan makna gramatikal ; adik bermakna ‘pelaku’, menendang bermakna ‘aktif’, dan bola bermakna ‘sasaran’.
    b.      berdasarkan ada atau tidaknya referen pada sebuah kata atau leksem dapat dibedakan adanya makna referensial dan makna nonreferensial

       1)      Makna referensial
Bila kata-kata itu mempunyai referen, yaitu sesuatu di luar bahasa yang diacu oleh kata itu, maka kata tersebut disebut kata bermakna referensial.
Contoh:
Kata meja (meja) mlebu makna referensial amarga duwe referen yaiku macem bekakas omahan kang diarani “meja” (termasuk kata yang bermakna referensial karena mempunyai referen, yaitu sejenis perabot rumah tangga yang disebut ’meja’.

      2)      Makna nonreferensial
Kalau kata-kata itu tidak mempunyai referen, maka kata itu disebut kata bermakna nonreferensial.
Contoh:
·         Wadon iku apik (gadis itu baik).
·         Desaku sing tentrem (desaku yang tentram)
Contoh di atas menunjukkan kata nonreferensial dimana suatu bentuk yang wujudnya belum diketahui.


    c.       Berdasarkan ada tidaknya nilai rasa pada sebuah kata/leksem dapat dibedakan adanya makna denotatif dan makna konotatif

       1)      Makna Denotatif
Makna denotatif lazim diberi penjelasan sebagai makna yang sesuai dengan hasil observasi menurut penglihatan, penciuman, pendengaran, perasaan, atau pengalaman lainnya. Jadi, makna denotatif ini menyangkut informasi-informasi faktual objektif. Oleh karena itu, makna denotasi sering disebut sebagai ’makna sebenarnya’


       2)      Makna Konotatif
Sebuah kata disebut mempunyai makna konotatif apabila kata itu mempunyai ”nilai rasa”, baik positif maupun negatif. Jika tidak memiliki nilai rasa maka dikatakan tidak memiliki konotasi. Tetapi dapat juga disebut berkonotasi netral. Makna konotatif dapat juga berubah dari waktu ke waktu.

d.      Berdasarkan ketepatan maknanya dikenal makna kata dan makna istilah atau makna umum dan makna khusus.
Setiap kata atau leksem memiliki makna, namun dalam penggunaannya makna kata itu baru menjadi jelas kalau kata itu sudah berada di dalam konteks kalimatnya atau konteks situasinya. Berbeda dengan kata, istilah mempunyai makna yang jelas, yang pasti, yang tidak meragukan, meskipun tanpa konteks kalimat. Oleh karena itu sering dikatakan bahwa istilah itu bebas konteks. Hanya perlu diingat bahwa sebuah istilah hanya digunakan pada bidang keilmuan atau kegiatan tertentu.
Perbedaan antara makna kata dan istilah dapat dilihat dari contoh berikut
(1) Tangane keiris lading landep (tangannya teriris pisau tajam).
(2) Lengenne keiris lading landep (lengannya teriris pisau tajam).
Kata tangan dan lengan pada kedua kalimat di atas adalah bersinonim atau bermakna sama. Namun dalam bidang kedokteran kedua kata itu memiliki makna yang berbeda. Tangan bermakna bagian dari pergelangan sampai ke jari tangan; sedangkan lenge(lengan) adalah bagian dari pergelangan sampai ke pangkal bahu.


e.       Berdasarkan kriteri lain atau sudut pandang lain dapat disebutkan adanya makna-makna konseptual, makna asosiatif, kolokatif, reflektif, idiomatik dan sebagainya.

      1)      Makna Konseptual
Yang dimaksud dengan makna konseptual adalah makna yang dimiliki oleh sebuah leksem terlepas dari konteks atau asosiasi apa pun.

      2)      Makna Asosiatif
Makna asosiatif adalah makna yang dimiliki sebuah leksem atau kata berkenaan dengan adanya hubungan kata itu dengan sesuatu yang berada di luar bahasa.

      3)      Makna Idiomatikal dan Peribahasa
Idiom adalah satuan ujaran yang maknanya tidak dapat ”diramalkan” dari makna unsur-unsurnya, baik secara leksikal maupun secara gramatikal.

Berbeda dengan idiom, peribahasa memiliki makna yang masih dapat ditelusuri atau dilacak dari makna unsur-unsurnya karena adanya ”asosiasi” antara makna asli dengan maknanya sebagai peribahasa.

      4)      Makna Kias  
Dalam kehidupan sehari-hari, penggunaan istilah arti kiasan digunakan sebagai oposisi dari arti sebenarnya. Oleh karena itu, semua bentuk bahasa (baik kata, frase, atau kalimat) yang tidak merujuk pada arti sebenarnya (arti leksikal, arti konseptual, atau arti denotatif) disebut mempunyai arti kiasan. Contohnya seperti Abang-abang lambe (merah-merah bibir yang berarti basa-basi)
    
       5)      Makna Asosiatif
Makna asosiatif merupakan asosiasi yang muncul dalam benak seseorang jika mendengar kata tertentu. Asosiasi ini dipengaruhi unsur-unsur psikis, pengetahuan dan pengalaman seseorang. Oleh karena itu, makna asosiatif terutama dikaji bidang psikolinguistik. Makna denotatif villa adalah ’rumah peristirahatan di luar kota’. Selain makna denotatif  itu, bagi kebanyakan orang Indonesia villa juga mengandung makna asosiatif  ’gunung’, ’alam’, ’pedesaan’, ’sungai’, bergantung pada pengalaman seseorang.

     6)      Makna Afektif
Makna afektif berkaitan dengan perasaan seseorang jika mendengar atau membaca kata tertentu. Perasaan yang muncul dapat positif atau negatif. Kata jujur, rendah hati, dan bijaksana menimbulkan makna afektif yang positif, sedangkan korupsi dan kolusi menimbulkan makna afektif  yang negatif.

     7)      Makna Stilistik
Makna stilistik yaitu penggunaan kata/bahasa dan gaya bahasa yang sehubungan dengan adanya perbedaan sosial dan bidang kegiatan di dalam masyarakat.

     8)      Makna Kolokatif
Yaitu makna yang berkenaan dengan makna kaitannya dengan makna lain yang mempunyai tempat/posisi yang sama. Contohnya seperti prawan iku ayu (perawan itu cantik)






    C.     Relasi Makna
Adapun beberapa wujud relasi makna sebagai berikut :
1)      Sinonim
Secara ertimologi kata sinonimi berasal dari bahasa Yunani kuno, yaitu anoma yang berarti ‘nama’ dan syn yang berarti ‘dengan’. Maka secara harfiah kata sinonimi berarti nama lain untuk benda atau hal yang sama. Secara semantik Verhaar mendefinisikan sebagai ungkapan (bisa beruapa kata, frase, atau kalimat) yang maknanya kurang lebih sama dengan makna ungkapan lain. Misalnya kata buruk dan jelek adalah dua buah kata yang bersino: bunga, kembang, dan puspa adalah tiga kata yang bersinonim. Hubungan makna antara dua buah kata yang bersinonim bersifat dua arah. Namun, dua buah kata yang bersinonim itu; kesamaannya tidak seratus persen, hanya kurang lebih saja. Kesamaannya tidak bersifat mutlak.
2)      Antonomi dan oposisi
Secara semantik Verhaar mendefinisikan antonimi sebagai: ungkapan (biasannya berupa kata, tetapi dapat pula dalam bentuk frase atau kalimat) yang maknanya dianggap kebalikan dari makna ungkapan lain. Misalnya kata bagus yang berantonimi dengan kata buruk, kata besar berantonomi dengan kata kecil. Antonomi ini sama dengan sinoni, karena antonomi tidak bersifat mutlak, itulah sebabnya dalam bataan diatas, Verhaar menyatakan ‘’ yang maknannya dianggap kebalikan dari makna ungkapan lain’’ jadi, hanya dianggap kebaikan. Bukan mutlak berlawanan.

3)      Homonimi, homofon, dan homografi
Homonimi adalah relasi makna antar kata yang ditulis sama , tetapi maknannya berbeda. Kata – kata yang ditulis sama tetapi maknanya berbeda disebut homograf. Sedangkan yang dilafalkan sama tetapi berbeda makna di sebut homofon. Contohnya homograf adalah kata tahu (makananan) yang berhomografi dengan kata tahu (paham). Sedangkan kata masa (waktu) berhomofon dengan massa (jumlah besar yang menjadi satu kesatuan)

4)      Hiponimi dan Hipernim
Hiponimi adalah relasi makna yang berkaitan dengan peliputan makna spesifik dalam makna generis, seperti makna anggrek dalam makna bunga, makna kucing dalam makna binatang. Anggrek, mawar, dan tulip berhiponim dengan bunga, sedangkan kucing, kambing, dan kuda berhiponimi dengan binatang. Bunga merupakan superordinat (hipernimi, hiperonim) bagi anggrek, mawar, dan tulip, sedangkan binatang menjadi superordinat bagi kucing, kambing, dan kuda.
5)      Polisemi
Polisemi yaitu di artikan sebagai satuan bahasa (terutama kata, bisa juga frase) yang memiliki makna lebih dari satu. Umpamanya kata kepala dalam bahasa Indonesia memiliki makna, yang pertama kata kepala merupakan bagian tubuh dan leher keatas, yang kedua bagian dari suatu yang terletak disebelah atas atau depan merupakan hal yang penting atau terutama seperti kepala meja atau kepala kereta api, yang ketiga bagian dari suatu yang berbentuk bulat seperti kepala, yaitu kepala paku atau kepala jarum. Yang keempat pemimpin atau ketua seperi pada kepala sekolah, kepala kantor, atau kepala stasiun.

6)      Ambiguitas
Ambiguitas sering diartikan sebagai kata yang bermakna atau mendua arti. Kegandaan makna dalam ambiguitas berasal dari satuan gramatikal yang lebih besar, yaitu frase atau kalimat dan terjadi sebagai akibat penafsiran struktur gramatikal yang berbeda. Umpannya frase buku sejarah baru dapat ditafsirkan sebagai yang pertama, buku sejarah itu bari terbut atau buku itu berisi sejarah zaman baru.

7)      Redundansi
Redunsasi diartikan sebagai berlebih-lebihan pemakaian unsur segmental dalam suatu bentuk ujaran. Umpannya kalimat Bola ditendang si Joko, maknanya tidak akan berubah bila dikatakan Bola ditendang oleh si Joko. Pemakaian kata oleh pada kalimat kedua dianggap sebagai sesuatu yang redundansi, yang berlebih-lebihan dan sebenarnya tidak perlu.

8)      Meronim
Meronimi yaitu relasi makna yang memiliki kemiripan dengan hiponimi karena relasi maknanya bersifat hierarkis, namun tidak menyiratkan pelibatan searah, tetapi merupakan relasi makna bagian dengan keseluruhan.

9)      Makna Asosiatif
Makna Asosiatif adalah makna yang dimiliki sebuah leksem atau kata berkenaan dengan adanya hubungan kata itu dengan sesuatu yang berada di luar.

10)  Makna afektif
Makna afektif berkaitan dengan perasaan seseorang jika mendengar atau membaca kata tertentu. Perasaan yang muncul dpaat positif atau negatif. Kata jujur, rendah hati, dan bijaksana menimbulkan afektif yang positif, sedangkan korupsi dan kolusi menimbulkan makna afektif yang negatif

11)  Makna etimologis
Makna etimologis yaitu makna suatu yang mencerminkan perubahan yang terjadi dengan kata tertentu. Melalui perubahan makna kata, dapat ditelusuri perubahan nilai, norma, keadaan sosial-poliitik, dan keadaan ekonomi sutu masyarakat.